Gedung MPR/DP Rtempat di mana Suara rakyat harus disampaikan malah seperti menjadi Taman kanak-kanak di Pusat kota. Siswanya tidak membayar, malah dibayar. Yang penyabar di bayar, yang pemarah di bayar. Yang pendiam di bayar, yang suka bikin ribut di bayar. Yang pemalu di bayar, yang overacting di bayar. Yang tidur di bayar, yang aktif di bayar.
Siapa yang membayar?? Dengan suka dan rela jutaan orang membayarnya. Mengumpulkan rupiah demi rupiah agar mereka nyaman bermain disana. Taman kanak-kanak itu kini menjadi pusat perhatian karena ada problem besar yang bisa memengaruhi kelangsungan area bermainnya.
Mulailah bermunculan atraksi. Yang pemalu memukul palu, yang overacting berteriak "huuuhuuu". Satu bicara, yang lain menyela. Ada yang berbicara sambil berpikir, ada juga yang berceloteh tanpa makna.
Semua belum selesai sampai disitu.
Kepintaran para siswa tidak punya makna dan tidak akrab dengan musyawarah. Padahal musyawarah adalah saripati watak bangsa ini yang jelas tercantum dalam dasar negara. Demi kepentingan golongan, yang salah dan benar menjadi tak jelas. Kekuasaan menjadi panglima dan para siswa hanya bisa beradu keras suara di banding cerdas.
Comments
Post a Comment